Friday, April 12, 2013

PERKEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN SENI RUPA DI INDONESIA



PERKEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN SENI RUPA
DI INDONESIA

Perkembangan dalam dunia pendidikan selalu dilakukan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kebutuhan jaman yang semakin meningkat. Pendidikan seni di negara kita telah mengalami berbagai pembaharuan dari waktu  ke waktu.
Pembaharuan ini dilakukan guna meningkatkan kualitas pendidikan seni. Salah satu usaha pemerintah yang secara sentral memperbaharui sistem pelaksanaan pendidikan seni adalah penyempurnaan kurikulum. Kurikulum yang sedang dilaksanakan senantiasa dievaluasi dan disempurnakan setiap periode tertentu untuk menghadapi perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan dinamika kebudayaan secara keseluruhan. Kurikulum Pendidikan Seni telah beberapa kali mengalami perubahan dan penyempurnaan.

A.     Kurikulum Pendidikan Seni sebelum Kemerdekaan

Pada tahun 1930-1945 kurikulum pendidikan seni sangat berorientasi vokasional dengan penekanan pada penguasaan keterampilan menggambar yang sangat relevan dengan bidang ketukangan dan industri kecil.
Pada masa ini, pelajaran seni rupa (karena dianggap tidak memiliki nilai strategis) upaya itu tidak dilakukan sehingga para guru membuat acauan berdasarkan interpretasinya masing-masing dan cenderung mengikuti pola kurikulum sebelumnya. Usaha para guru ini pada umumnya tidak terlalu mempersoalkan peran pendidikan seni rupa terhadap peserta didik. Dengan demikian dapat diduga kurikulum pendidikan seni rupa pada saat itu cenderung masih berwarna vokasional yang menekankan pada penguasaan keterampilan menggambar.
Pada masa kemerdekaan 1945-1948 sekolah cenderung menumbuhkan usaha menanamkan semangat untuk mengusir penjajah. Secara sengaja maupun tidak, mempengaruhi karakteristik materi pembelajaran. Mata pelajaran olah raga diisi dengan kegiatan bela diri dan baris berbaris ala tentara, pelajaran menyanyi diisi dengan lagu-lagu perjuangan, demikian juga dengan pelajaran seni rupa (menggambar) diisi dengan kegiatan menggambar poster-poster perjuangan dan menggambar yang bertemakan anti penjajahan.

B.      Kurikulum Pendidikan Seni Setelah Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan kurikulum pendidikan seni rupa (menggambar) di Indonesia masih mengikuti pola kurikulum pendidikan seni di Belanda terutama di wilayah Indonesia bagian Timur.
Buku-buku yang dipengaruhi gerakan reformasi pendidikan seni di Belanda ini telah mengarah kepada reformasi mata pelajaran menggambar. Sasaran reformasi ini adalah menggambar konvensional yang esensial ke menggambar ekspresi yang kontekstual serta perubahan prinsip pendidikan seni dari pola transmisi menjadi pola pemfungsian seni sebagai sarana pendidikan secara umum. Istilah seni pun telah merangkum semua cabang seni termasuk menggambar.

C.      Kurikulum Pendidikan Seni 1975 dan 1984

Pada tahun1975 terjadi perubahan yang menyeluruh pada mata pelajaran ekspresi, yang sebelum itu dalam kurikulum sekolah umum dikenal dengan nama mata pelajaran menggambar dan seni suara. Pembaharuan dapat dilihat dengan penggantian nama mata pelajaran itu menjadi ‘Pendidikan Kesenian’. Isi bidang studi pendidikan kesenian itu merupakan penggabungan pelajaran menggambar dan seni suara ditambah sub bidang studi lain yaitu seni tari dan teater.
Kurikulum 1975 disempurnakan lagi pada tahun 1984 dengan sebutan kurikulum 1984. Penyempurnaan ini ditandai oleh penggantian istilah pendidikan kesenian menjadi pendidikan seni. Pembaruan kurikulum 1984 dengan digunakannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional sebagai dasar dari pembuatan kurikulum.

D.     Kurikulum Pendidikan Seni 1994 dan Suplemen

Kurikulum 1994 mengunakan ‘integrated learning’ atau pembelajaran terpadu antara beberapa cabang seni. Nama pendidikan seni berubah pula menjadi ‘Kerajinan Tangan dan Kesenian’.
Pengajaran terpadu dalam Kerajinan Tangan dan Kesenian (disingkat: KTK) ini bermuatan wawasan kedaerahan (muatan lokal), sebab di dalamnya diharapkan para guru dan siswa mampu menggali seni kriya (kerajinan) yang tumbuh di daerah sekitarnya. Sejalan dengan perkembangan dan tuntutan di lapangan, perkembangan kurikulum Suplemen pun lahir sebagai upaya untuk merevisi dan melengkapi kekurangan yang terdapat pada Kurikulum 1994.

E.      KBK, Kurikulum 2004

Kurikulum 2004 yang lebih dahulu populer dengan sebutan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), pemerintah pusat hanya menentukan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikatornya saja. Masing-masing daerah di bawah kordinasi Dinas Pendidikan pada tingkat Propisnsi, Kabupaten atau Kota berupaya untuk mengembangkan materi kurikulum dan pembelajaran.
Standar kompetensi yang dirumuskan dalam KBK sangat jelas yaitu mempersiapkan peserta didik agar memiliki kapabilitas pengetahuan serta keterampilan seni sejalan dengan tuntutan dan perkembangan zaman.

F.     Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006

Belum genap dua tahun pelaksanaan kurikulum 2004 pemerintah mengeluarkan kurikulum baru tahun 2006 yang dikenal dengan sebutan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Nama mata pelajaran Pendidikan Seni pun berubah menjadi mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk jenjang sekolah dasar, sedangkan untuk tingkat sekolah-sekolah menengah pertama dan atas, nama mata pelajaran ini disebut dengan Seni Budaya.
Dalam Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Kurikulum 2006 dijelaskan bahwa mata pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya. Dalam naskah yang sama disebutkan juga bahwa Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan diberikan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik. Kebermaknaan dan kebermanfaatan ini terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi  melalui pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.” Peran inilah yang diyakini oleh para pakar pendidikan tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain.

No comments:

Post a Comment